Senin, 28 Mei 2012

Memetik Hikmah di Negeri Seribu Boyband & Girlband


Gambar 1. Berfoto dengan Hanbok di Salah Satu Pusat Turis di Seoul
Korea Selatan, siapa sih yang tidak kenal dengan salah satu negara paling maju di Asia ini? Negara yang sangat terkenal dengan kehadiran para K-Pop starsnya yang telah menyihir ribuan anak muda di tanah ibu pertiwi dengan pesona ala K-Pop mereka. Ya, Korea Selatan, tempat dimana saya menulis tulisan saya kali ini. Alhamdulillah, di semester 6 ini saya berkesempatan untuk berkunjung ke negara ini untuk mengikuti exchange program di Kookmin University, Seoul selama 1 semester dengan beasiswa dari Global Korean Scholarship (Beasiswa exchange program dari pemerintah Korea Selatan). Departemen yang saya ambil disini adalah Department of Advanced Fermentation Fusion Science &Technology, departemen yang mempelajari tentang proses bioteknologi dan fermentasi, sama dengan jurusan saya di UI, Teknologi Bioproses.
Sampai saya menulis tulisan ini, ada banyak sekali pengalaman baru maupun culture shock yang saya alami selama di korea selatan. Mulai dari menghadiri pesta minum bir (tentunya saya tidak ikut minum) sampai mendapatkan potongan hairstyle saat potong rambut pun sudah pernah saya alami. Berada disini, seperti berada di negeri baratnya benua Asia. Di satu sisi, masyarakat korea memiliki sifat dan perangai layaknya orang Asia pada umumnya, bahkan bisa saya katakan mereka memiliki banyak kemiripan dengan orang Indonesia dalam hal bagaimana mereka bersikap, berbicara, bersenda gurau, dll.  Karena itulah, cukup mudah bagi saya untuk beradaptasi dan bergaul dengan mereka. (Bila anda ingin sebuah perbandingan, bandingkanlah bertemu pertama kali dengan orang Asia dan bertemu pertama kali dengan orang barat (Eropa & Amerika Utara), dan anda akan merasakan perbedaannya. Saya pribadi saat ini tidak ada masalah lagi bergaul dengan orang-orang barat, karena saya mulai memahami bahwa ketidaknyamanan yang saya alami saat pertama kali ketika bertemu mereka pastilah hanya karena adanya perbedaan tingkah laku dan gesture antara orang Asia dan orang-orang barat.) Namun, walaupun mereka memiliki sikap selayaknya orang Asia pada umumnya, disisi lain mereka juga memiliki budaya dan gaya hidup yang menyerupai orang barat. Tentunya anda semuapun sudah bisa menebak, budaya barat seperti apa yang saya maksud. Mulai dari fashion, musik, dunia selebriti, budaya alkohol, sampai ke topik free sex, di Korea ini sangatlah kental dan hampir menyerupai negara barat pada umumnya. Yang cukup mencolok saya lihat adalah bagaimana mereka berpenampilan. Mungkin bisa saya katakan bahwa korea memiliki penduduk paling stylish dan paling metrosexual se-Asia, bila saya tak bisa bilang se-dunia. Ya, itu benar, masyarakat korea sangatlah kental dengan budaya fashion, mulai dari gaya berpakaian, gaya rambut, perawatan tubuh, dsb. Bagi orang Korea, penampilan adalah nomor satu. Bahkan teman saya sampai membuat gurauan bahwa “Penampilan” adalah agama mereka, saking seriusnya mereka soal penampilan. Yang paling membuat saya shock, -selain budaya plastic surgery mereka yang sepertinya sudah terkenal seantero dunia- adalah kenyataan bahwa yang melakukan ini dengan sangat serius bukanlah hanya kaum wanitanya saja, namun juga kaum prianya! Mungkin berita tentang para pria korea yang juga turut melakukan plastic surgery masih belum terlalu membuat anda shock, namun bagaimana bila anda tahu bahwa para pria korea juga merupakan konsumen utama dari produk-produk kecantikan dan perawatan tubuh yang dijual disana? Mungkin memang terdengar aneh atau mustahil, tapi itulah kenyataannya. Para pria korea, seperti layaknya para wanitanya, sangat memerhatikan penampilannya sampai ke bagian kulit. Anda akan semakin shock ketika melihat langsung teman korea sekamar anda menggunakan krim wajah sebelum tidur atau melihat kotak produk perawatan tubuh miliknya. “Unik”, “bagus”, “geli” dan “aneh” adalah pendapat yang memenuhi ruang di otak saya ketika mengetahui hal tersebut. Tapi berkat hal itu, setidaknya saya juga jadi belajar sedikit untuk bagaimana memperhatikan penampilan dalam kondisi apapun (Somehow, Islam menyukai keindahan, asalkan tidak berlebihan dan melanggar syariah).

Gambar 2. Makan di Festival Kampus Bersama Para Dongsaeng (mereka semua masih freshmen ^^ )

Dari penjelasan saya tersebut, saya yakin anda sudah semakin memahami betapa mudahnya saya terpapar dengan segala hal “dunia gemerlap” yang ada di negara ini. Jujur, menjadi muslim di negara seperti ini tidaklah semudah di Indonesia yang sangat kondusif. Selain tantangan yang datang dari “dunia gemerlap” korea, ada satu lagi tantangan yang jauh lebih besar bagi seorang muslim disini, makanan halal. Perlu diketahui, tidak seperti di negara-negara barat, kehadiran islam di negara ini masih sangat langka. Sebagian besar muslim yang ada di negara ini adalah orang-orang asing yang tinggal di Korea. Walaupun muslim korea pun juga tentunya ada, namun jumlahnya tidak seberapa dibandingkan jumlah muslim dari negara-negara lain (Berbicara tentang muslim Korea, saya jadi teringat pernah melihat seorang muslim korea yang masih kental “gaya Korea” nya. Saya melihatnya saat sholat Jumat di Seoul Central Mosque, dan orang itu memiliki gaya rambut bercat pirang ala anak muda korea, tak lupa dengan pakaiannya. Saya hanya bisa tersenyum geli saat itu). Karena itulah, mencari makanan halal pun disini menjadi suatu hal yang butuh usaha ekstra. Hal ini paling berat saya rasakan ketika baru saja sampai di negara ini. Saya benar-benar tidak tahu harus makan apa. Mengapa bisa sampai seperti itu? Anda pasti tahu, bahwa di negara seperti ini, bukan hanya daging babi yang tidak boleh kita konsumsi, tapi juga daging sapi, ayam dan seluruh hewan yang disembelih. Karena tentunya mereka tidak menyembelih hewan-hewan tersebut dengan cara syariah. Padahal, hampir sebagian besar masakan korea mengandung daging. Karena itulah, hanya ada beberapa menu korea yang boleh kita santap disini. Selain itu, ketika anda masuk ke supermarket di korea pun, anda tidak akan pernah bisa yakin 100% akan kehalalan suatu produk sebelum anda mengeceknya dengan teliti (sekedar informasi, anda tak akan pernah bisa mengeceknya sampai anda mengerti bahasa dan tulisan korea). Kebalikan dengan di Indonesia yang hampir seluruh produknya halal, kita bisa mengatakan bahwa hampir seluruh produk di Korea Selatan adalah tidak halal. Tentunya hal ini tidak akan begitu sulit bila masyarakat Korea mengerti bahasa inggris. Namun sayangnya, kita harus menerima kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat korea tidak mengerti bahasa inggris sedikitpun. Alhasil, anda akan semakin pusing untuk bisa menemukan makanan halal disini.
Di tengah-tengah kebingungan saya kala itu, pertolongan-pertolongan mulai datang. Alhamdulillah, di korea ini sudah ada organisasi muslim Indonesia yang bernama IMUSKA (Indonesian Moslem Society in South Korea). Saya mulai berkenalan dengan orang-orang yang terlibat di dalamnya, dan mulai mendapatkan petunjuk tentang produk apa saja yang halal di korea. Salah satu orang yang saya temui disini dan yang membantu saya di awal-awal adalah Bang Purba Purnama, alumni PPSDMS regional 1 Jakarta, angkatan 1. Beliau adalah salah satu orang yang berkontribusi membuat daftar produk-produk halal di Korea. Saat berkunjung ke rumahnya pertama kali bersama Bang Zico Alaia -mahasiswa S2 program studi Nanochemistry di kampus yang sama dengan saya, dan baru datang juga sama seperti saya di semester ini- , Bang Purba menyarankan kepada saya untuk memasak sendiri dikarenakan status makanan-makanan di Korea yang sangat syubhat. Beliau bahkan sampai menyarankan agar saya pindah asrama agar bisa sekamar dengan Bang Zico, sehingga kita bisa masak bersama (Asrama saya berbeda gedung dengan Bang Zico pada awalnya). Bang Zico pun mendukung ide itu. Setelah beberapa hari memikirkan, akhirnya bulat keputusan saya untuk “berhijrah” ke asrama tempat Bang Zico tinggal, dengan harapan semoga bisa mendapatkan makanan yang halal dan tidak syubhat. Saat itu, agak tidak enak juga meninggalkan teman sekamar saya yang lama, yang terdiri dari orang Amerika, Jerman dan Paraguay. Tapi Alhamdulillah, mereka bisa mengerti dengan alasan saya  (Sampai saat ini pun saya masih tetap berhubungan baik dengan mereka).

Gambar 3. Menghadiri Seoul International Food Technology Expo

Sejak itu, segalanya mulai sangat membaik. Kami selalu rutin belanja di toko halal di daerah Itaewon setelah sholat Jumat dan memasak bersama. Alhamdulillah, dari proses ini pun saya juga menjadi merasakan manfaatnya. Secara tidak sadar, saya jadi belajar untuk mengelola kebutuhan logistik dan tentunya belajar memasak. Tak pernah saya berpikir bahwa saya akan belajar masak di Korea ini, haha. Saat ini saya hanya berpikir, “Ini adalah latihan sebelum saya harus melakukan hal yang sama nantinya di Jepang ketika melanjutkan studi S2 dan S3 sesuai dengan mimpi saya”. Subhanallah, betapa rencana-Mu sangat indah ya Allah. Saya juga sangat menyarankan kepada anda yang ingin melanjutkan studi atau bekerja di negara-negara non muslim untuk bersiap-siap dengan kondisi serupa. Dengan memasak sendiri, selain kita akan merasa aman dari makanan haram, pengeluaran kita pun juga menjadi hemat.
Selain soal makanan, Allah kembali membukakan pintu petunjuknya untuk saya. Saat diadakan acara gathering pelajar Indonesia untuk menyambut semester baru di Seoul, saya semakin banyak berkenalan dengan teman-teman muslim Indonesia, dan dari sini saya jadi mulai banyak terlibat dengan kegiatan-kegiatan IMUSKA. Bahkan, saya sampai mendapatkan grup liqo pengganti selama disini dan bisa mengikuti kelas tahsin rutin setiap minggu di salah satu musholla orang Indonesia di daerah Guro. Alhamdulillah, saya pikir saya tidak akan bisa liqo rutin selama di Korea ini, apalagi mengikuti kelas tahsin! Saya jadi teringat perkataan murobbi saya disini, Pak Mauludi Ariesto, mahasiswa S3 program studi fisika di Korea Institute of Science & Technology, yang mengatakan bahwa segala hal pasti selalu sesuai dengan niat kita. Dia mengilustrasikan kurang lebih sebagai berikut, “Di mekkah, kita bisa bertemu pelacur, bila niat kita memang ke arah sana, sebaliknya, di New york kita bisa menemukan masjid, bila niat kita memang ke arah sana”. Jadi, selama kita berdoa dan memohon pada Allah, dalam kondisi sesulit dan seterdesak apapun, insya Allah, pasti Dia akan memberikan jalan. Subhanallah.
Kira-kira seperti itulah sepenggal cerita yang saya Alami selama di Korea Selatan. Tinggal di negara non-muslim seperti Korea Selatan ini membuat saya semakin memahami pengertian dari “Muslim Moderat” itu sendiri. Menurut pengertian saya saat ini, “Muslim Moderat” adalah seorang muslim yang tangguh dan tetap mempertahankan semangat keimanannya walaupun sedang dalam kondisi apapun, dengan di sisi lain, juga bisa menghormati dan bergaul dengan teman-teman yang datang dari berbagai background tanpa harus melemahkan identitas kita sebagai seorang muslim. Selain yang saya tuliskan disini, tentunya masih banyak lagi pengalaman-pengalaman baru yang saya alami di Korea Selatan. Semoga kisah saya kali ini bisa membantu dan menginspirasi teman-teman untuk turut berjuang bersama-sama menjadi muslim yang tangguh. Annyeong Higyeseyo…Fighting!

1 komentar: