Senin, 28 Mei 2012

Memetik Hikmah di Negeri Seribu Boyband & Girlband


Gambar 1. Berfoto dengan Hanbok di Salah Satu Pusat Turis di Seoul
Korea Selatan, siapa sih yang tidak kenal dengan salah satu negara paling maju di Asia ini? Negara yang sangat terkenal dengan kehadiran para K-Pop starsnya yang telah menyihir ribuan anak muda di tanah ibu pertiwi dengan pesona ala K-Pop mereka. Ya, Korea Selatan, tempat dimana saya menulis tulisan saya kali ini. Alhamdulillah, di semester 6 ini saya berkesempatan untuk berkunjung ke negara ini untuk mengikuti exchange program di Kookmin University, Seoul selama 1 semester dengan beasiswa dari Global Korean Scholarship (Beasiswa exchange program dari pemerintah Korea Selatan). Departemen yang saya ambil disini adalah Department of Advanced Fermentation Fusion Science &Technology, departemen yang mempelajari tentang proses bioteknologi dan fermentasi, sama dengan jurusan saya di UI, Teknologi Bioproses.
Sampai saya menulis tulisan ini, ada banyak sekali pengalaman baru maupun culture shock yang saya alami selama di korea selatan. Mulai dari menghadiri pesta minum bir (tentunya saya tidak ikut minum) sampai mendapatkan potongan hairstyle saat potong rambut pun sudah pernah saya alami. Berada disini, seperti berada di negeri baratnya benua Asia. Di satu sisi, masyarakat korea memiliki sifat dan perangai layaknya orang Asia pada umumnya, bahkan bisa saya katakan mereka memiliki banyak kemiripan dengan orang Indonesia dalam hal bagaimana mereka bersikap, berbicara, bersenda gurau, dll.  Karena itulah, cukup mudah bagi saya untuk beradaptasi dan bergaul dengan mereka. (Bila anda ingin sebuah perbandingan, bandingkanlah bertemu pertama kali dengan orang Asia dan bertemu pertama kali dengan orang barat (Eropa & Amerika Utara), dan anda akan merasakan perbedaannya. Saya pribadi saat ini tidak ada masalah lagi bergaul dengan orang-orang barat, karena saya mulai memahami bahwa ketidaknyamanan yang saya alami saat pertama kali ketika bertemu mereka pastilah hanya karena adanya perbedaan tingkah laku dan gesture antara orang Asia dan orang-orang barat.) Namun, walaupun mereka memiliki sikap selayaknya orang Asia pada umumnya, disisi lain mereka juga memiliki budaya dan gaya hidup yang menyerupai orang barat. Tentunya anda semuapun sudah bisa menebak, budaya barat seperti apa yang saya maksud. Mulai dari fashion, musik, dunia selebriti, budaya alkohol, sampai ke topik free sex, di Korea ini sangatlah kental dan hampir menyerupai negara barat pada umumnya. Yang cukup mencolok saya lihat adalah bagaimana mereka berpenampilan. Mungkin bisa saya katakan bahwa korea memiliki penduduk paling stylish dan paling metrosexual se-Asia, bila saya tak bisa bilang se-dunia. Ya, itu benar, masyarakat korea sangatlah kental dengan budaya fashion, mulai dari gaya berpakaian, gaya rambut, perawatan tubuh, dsb. Bagi orang Korea, penampilan adalah nomor satu. Bahkan teman saya sampai membuat gurauan bahwa “Penampilan” adalah agama mereka, saking seriusnya mereka soal penampilan. Yang paling membuat saya shock, -selain budaya plastic surgery mereka yang sepertinya sudah terkenal seantero dunia- adalah kenyataan bahwa yang melakukan ini dengan sangat serius bukanlah hanya kaum wanitanya saja, namun juga kaum prianya! Mungkin berita tentang para pria korea yang juga turut melakukan plastic surgery masih belum terlalu membuat anda shock, namun bagaimana bila anda tahu bahwa para pria korea juga merupakan konsumen utama dari produk-produk kecantikan dan perawatan tubuh yang dijual disana? Mungkin memang terdengar aneh atau mustahil, tapi itulah kenyataannya. Para pria korea, seperti layaknya para wanitanya, sangat memerhatikan penampilannya sampai ke bagian kulit. Anda akan semakin shock ketika melihat langsung teman korea sekamar anda menggunakan krim wajah sebelum tidur atau melihat kotak produk perawatan tubuh miliknya. “Unik”, “bagus”, “geli” dan “aneh” adalah pendapat yang memenuhi ruang di otak saya ketika mengetahui hal tersebut. Tapi berkat hal itu, setidaknya saya juga jadi belajar sedikit untuk bagaimana memperhatikan penampilan dalam kondisi apapun (Somehow, Islam menyukai keindahan, asalkan tidak berlebihan dan melanggar syariah).

Gambar 2. Makan di Festival Kampus Bersama Para Dongsaeng (mereka semua masih freshmen ^^ )

Dari penjelasan saya tersebut, saya yakin anda sudah semakin memahami betapa mudahnya saya terpapar dengan segala hal “dunia gemerlap” yang ada di negara ini. Jujur, menjadi muslim di negara seperti ini tidaklah semudah di Indonesia yang sangat kondusif. Selain tantangan yang datang dari “dunia gemerlap” korea, ada satu lagi tantangan yang jauh lebih besar bagi seorang muslim disini, makanan halal. Perlu diketahui, tidak seperti di negara-negara barat, kehadiran islam di negara ini masih sangat langka. Sebagian besar muslim yang ada di negara ini adalah orang-orang asing yang tinggal di Korea. Walaupun muslim korea pun juga tentunya ada, namun jumlahnya tidak seberapa dibandingkan jumlah muslim dari negara-negara lain (Berbicara tentang muslim Korea, saya jadi teringat pernah melihat seorang muslim korea yang masih kental “gaya Korea” nya. Saya melihatnya saat sholat Jumat di Seoul Central Mosque, dan orang itu memiliki gaya rambut bercat pirang ala anak muda korea, tak lupa dengan pakaiannya. Saya hanya bisa tersenyum geli saat itu). Karena itulah, mencari makanan halal pun disini menjadi suatu hal yang butuh usaha ekstra. Hal ini paling berat saya rasakan ketika baru saja sampai di negara ini. Saya benar-benar tidak tahu harus makan apa. Mengapa bisa sampai seperti itu? Anda pasti tahu, bahwa di negara seperti ini, bukan hanya daging babi yang tidak boleh kita konsumsi, tapi juga daging sapi, ayam dan seluruh hewan yang disembelih. Karena tentunya mereka tidak menyembelih hewan-hewan tersebut dengan cara syariah. Padahal, hampir sebagian besar masakan korea mengandung daging. Karena itulah, hanya ada beberapa menu korea yang boleh kita santap disini. Selain itu, ketika anda masuk ke supermarket di korea pun, anda tidak akan pernah bisa yakin 100% akan kehalalan suatu produk sebelum anda mengeceknya dengan teliti (sekedar informasi, anda tak akan pernah bisa mengeceknya sampai anda mengerti bahasa dan tulisan korea). Kebalikan dengan di Indonesia yang hampir seluruh produknya halal, kita bisa mengatakan bahwa hampir seluruh produk di Korea Selatan adalah tidak halal. Tentunya hal ini tidak akan begitu sulit bila masyarakat Korea mengerti bahasa inggris. Namun sayangnya, kita harus menerima kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat korea tidak mengerti bahasa inggris sedikitpun. Alhasil, anda akan semakin pusing untuk bisa menemukan makanan halal disini.
Di tengah-tengah kebingungan saya kala itu, pertolongan-pertolongan mulai datang. Alhamdulillah, di korea ini sudah ada organisasi muslim Indonesia yang bernama IMUSKA (Indonesian Moslem Society in South Korea). Saya mulai berkenalan dengan orang-orang yang terlibat di dalamnya, dan mulai mendapatkan petunjuk tentang produk apa saja yang halal di korea. Salah satu orang yang saya temui disini dan yang membantu saya di awal-awal adalah Bang Purba Purnama, alumni PPSDMS regional 1 Jakarta, angkatan 1. Beliau adalah salah satu orang yang berkontribusi membuat daftar produk-produk halal di Korea. Saat berkunjung ke rumahnya pertama kali bersama Bang Zico Alaia -mahasiswa S2 program studi Nanochemistry di kampus yang sama dengan saya, dan baru datang juga sama seperti saya di semester ini- , Bang Purba menyarankan kepada saya untuk memasak sendiri dikarenakan status makanan-makanan di Korea yang sangat syubhat. Beliau bahkan sampai menyarankan agar saya pindah asrama agar bisa sekamar dengan Bang Zico, sehingga kita bisa masak bersama (Asrama saya berbeda gedung dengan Bang Zico pada awalnya). Bang Zico pun mendukung ide itu. Setelah beberapa hari memikirkan, akhirnya bulat keputusan saya untuk “berhijrah” ke asrama tempat Bang Zico tinggal, dengan harapan semoga bisa mendapatkan makanan yang halal dan tidak syubhat. Saat itu, agak tidak enak juga meninggalkan teman sekamar saya yang lama, yang terdiri dari orang Amerika, Jerman dan Paraguay. Tapi Alhamdulillah, mereka bisa mengerti dengan alasan saya  (Sampai saat ini pun saya masih tetap berhubungan baik dengan mereka).

Gambar 3. Menghadiri Seoul International Food Technology Expo

Sejak itu, segalanya mulai sangat membaik. Kami selalu rutin belanja di toko halal di daerah Itaewon setelah sholat Jumat dan memasak bersama. Alhamdulillah, dari proses ini pun saya juga menjadi merasakan manfaatnya. Secara tidak sadar, saya jadi belajar untuk mengelola kebutuhan logistik dan tentunya belajar memasak. Tak pernah saya berpikir bahwa saya akan belajar masak di Korea ini, haha. Saat ini saya hanya berpikir, “Ini adalah latihan sebelum saya harus melakukan hal yang sama nantinya di Jepang ketika melanjutkan studi S2 dan S3 sesuai dengan mimpi saya”. Subhanallah, betapa rencana-Mu sangat indah ya Allah. Saya juga sangat menyarankan kepada anda yang ingin melanjutkan studi atau bekerja di negara-negara non muslim untuk bersiap-siap dengan kondisi serupa. Dengan memasak sendiri, selain kita akan merasa aman dari makanan haram, pengeluaran kita pun juga menjadi hemat.
Selain soal makanan, Allah kembali membukakan pintu petunjuknya untuk saya. Saat diadakan acara gathering pelajar Indonesia untuk menyambut semester baru di Seoul, saya semakin banyak berkenalan dengan teman-teman muslim Indonesia, dan dari sini saya jadi mulai banyak terlibat dengan kegiatan-kegiatan IMUSKA. Bahkan, saya sampai mendapatkan grup liqo pengganti selama disini dan bisa mengikuti kelas tahsin rutin setiap minggu di salah satu musholla orang Indonesia di daerah Guro. Alhamdulillah, saya pikir saya tidak akan bisa liqo rutin selama di Korea ini, apalagi mengikuti kelas tahsin! Saya jadi teringat perkataan murobbi saya disini, Pak Mauludi Ariesto, mahasiswa S3 program studi fisika di Korea Institute of Science & Technology, yang mengatakan bahwa segala hal pasti selalu sesuai dengan niat kita. Dia mengilustrasikan kurang lebih sebagai berikut, “Di mekkah, kita bisa bertemu pelacur, bila niat kita memang ke arah sana, sebaliknya, di New york kita bisa menemukan masjid, bila niat kita memang ke arah sana”. Jadi, selama kita berdoa dan memohon pada Allah, dalam kondisi sesulit dan seterdesak apapun, insya Allah, pasti Dia akan memberikan jalan. Subhanallah.
Kira-kira seperti itulah sepenggal cerita yang saya Alami selama di Korea Selatan. Tinggal di negara non-muslim seperti Korea Selatan ini membuat saya semakin memahami pengertian dari “Muslim Moderat” itu sendiri. Menurut pengertian saya saat ini, “Muslim Moderat” adalah seorang muslim yang tangguh dan tetap mempertahankan semangat keimanannya walaupun sedang dalam kondisi apapun, dengan di sisi lain, juga bisa menghormati dan bergaul dengan teman-teman yang datang dari berbagai background tanpa harus melemahkan identitas kita sebagai seorang muslim. Selain yang saya tuliskan disini, tentunya masih banyak lagi pengalaman-pengalaman baru yang saya alami di Korea Selatan. Semoga kisah saya kali ini bisa membantu dan menginspirasi teman-teman untuk turut berjuang bersama-sama menjadi muslim yang tangguh. Annyeong Higyeseyo…Fighting!

Kamis, 24 Mei 2012

Journey to the West World


Kembali ke tahun 2011, tahun dimana saya mulai menemukan pijakan yang berarti untuk saya melaju ke depan. Ya, Alhamdulillah, tahun 2011 kemarin seperti tahun eksponensial bagi saya pribadi. Tahun dimana saya mulai menemukan jalan kemana saya akan melangkah, tahun dimana saya bertemu dengan orang-orang hebat yang menginspirasi hari-hari saya dan tahun dimana saya mulai menorehkan berbagai prestasi.
Tentunya di setiap tahun, setiap orang memiliki harapannya masing-masing. Begitupun saya, saya memiliki banyak impian dan targetan yang ingin saya capai di tahun 2011. Saya masih teringat jelas salah satu target yang saya buat saat itu, dan itu seringkali saya lantunkan dalam doa-doa yang saya panjatkan. Doa tersebut adalah “Ya Allah, bantulah hamba-Mu ini, semoga saya bisa ke luar negeri ke tiga negara yang berbeda di tahun ini.”. Ya, memang terdengar sangat mengambang dan  sepertinya sangat jauh sekali. Apalagi bagi saya yang saat itu belum pernah ke luar negeri, bahkan ke luar pulau Jawa saja belum pernah. Namun, hal itu tetap saya tekadkan dalam hati setelah melihat banyak teman-teman dan senior yang sudah melakukan perjalanan ke luar negeri. Saat itu saya hanya berpikir “kalau orang lain bisa, mengapa saya tidak?”. Alhasil teruslah saya berdoa dengan keyakinan bahwa Allah SWT pasti akan mendengar doa hambanya yang tulus. Oh iya, tekad saya ke luar negeri sejak awal bukanlah hanya sekedar untuk jalan-jalan, tapi lebih kepada ingin merasakan terlibat dalam sebuah event internasional yang berhubungan dengan latar belakang saya sebagai pemuda & mahasiswa teknologi bioproses. Yang saya yakini saat itu adalah, dengan terlibat dalam ajang internasional pasti kita akan mendapatkan pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga untuk kehidupan kita selanjutnya.
Tidak perlu menunggu lama, alhamdulillah, sekitar awal  Februari Allah SWT mulai membukakan jalan. Saat itu ada teman saya yang menginformasikan tentang perlombaan S-SPEC, Shell Intervarsity Student Paper Contest, yang diadakan di Universiti Teknologi Malaysia, Johor Baru. Tanpa pikir panjang saya memutuskan untuk mengikuti perlombaan tersebut. Setelah melalu proses yang panjang dan terpilih untuk mewakili UI mempresentasikan penelitian saya di kampus UTM, Johor Baru, Malaysia, akhirnya saya dinobatkan menjadi juara III dalam kompetisi tersebut, Alhamdulillah.


Presentasi S-SPEC di UTM, Malaysia

Sepulang dari Malaysia, saya menjadi semakin semangat untuk segera menuju ke Negara tujuan kedua di tahun itu. Saya semakin sering mencari-cari info di internet untuk berharap menemukan peluang lainnya yang dapat mengantarkan saya ke luar negeri. Setelah mencari dan mencari, akhirnya Allah SWT menunjukkan saya peluang berikutnya! Saat itu bulan April 2011 dan saya menemukan website tentang perhelatan International Student Energy Summit (ISES 2011) yang akan di adakan pada bulan Juni di University of British Columbia, Vancouver, Kanada. Selang berapa menit saya mengecek website acara itu, saya langsung tertarik untuk mendaftar. Yang saya pikirkan saat itu hanyalah, “Insya Allah, pasti saya akan ke Vancouver bulan Juni ini..”. Awalnya, saya hanya mendapatkan beasiswa untuk biaya pendaftaran dan segala hal akomodasi selama di Vancouver, sehingga saya masih harus mengupayakan sendiri untuk tiket pesawatnya. Namun, saat itu saya tidak ambil pusing tentang bagaimana saya akan mendapatkan dana untuk membiayai tiket pesawat. Saya sudah tahu banyak kabar tentang anak-anak UI lainnya yang sudah pernah berhasil mencari dana untuk keberangkatan mereka menjadi delegasi dalam International Conference, sehingga saat itu saya hanya yakin bahwa saya pun pasti bisa. Memang terdengar agak nekat, karena saya harus mengumpulkan sekitar 15 juta dalam 2 bulan. Tanpa berlama-lama, saya langsung mempersiapkan segalanya, mulai dari proposal, persiapan untuk membuat visa, dan hal lainnya.
Saat itu, orang tua saya yang mengetahui bahwa saya sedang berusaha melakukan fundraising untuk berangkat ke Vancouver, Kanada, agak menyangsikan apa yang saya lakukan. Mereka khawatir hal buruk terjadi pada saya. Maklum, kala itu pertama kalinya saya melakukan kegiatan semacam itu, dan itu saya lakukan sendiri, tidak berkelompok seperti pencari dana konferensi pada umumnya. Dalam situasi seperti itu, orang tua sempat menasihati untuk membatalkan perjalanan ke Kanada sambil tetap menyemangati bahwa saya pasti akan mendapatkan kesempatan lainnya di masa mendatang. Tapi dengan cukup keras kepala saya tetap yakin untuk terus melaju, mengupayakan segala hal sebaik mungkin, apapun yang terjadi.
Kemudian, sesuatu yang ajaib datang. Di tengah-tengah proses pencarian dana saat itu, ada sebuah email dari panitia penyelenggara ISES 2011 yang ditujukan kepada seluruh delegasi yang datang dari Asia mengenai penawaran menjadi bagian dari ISES Student Assembly yang akan mewakili wilayah Asia. Sebuah posisi dimana nantinya kita akan melakukan penelitian mengenai kondisi perenergian di wilayah masing-masing bersama dengan anggota ISES Student Assembly lainnya dari berbagai benua, untuk membuat sebuah hasil penelitian & rekomendasi terkait masalah perenergian dunia. Kemudian, saya meloncat kepada sebuah pernyataan yang sangat menarik dalam email yang saya baca saat itu, “Successful candidates will receive full delegate and travel bursaries to attend the conference”. Tanpa pikir panjang, saya langsung berpikir, “Ini kesempatan”.
Dapat tergabung dalam tim internasional yang terdiri atas orang-orang yang memiliki hasrat besar dalam bidang energi, dan bisa menghadiri konferensi internasional di Kanada tanpa keluar uang sepeserpun pastilah akan menjadi suatu hal yang sangat ajaib terjadi pada saya di tahun itu! Tapi,  Allah SWT membuktikan keajaiban memanglah kuasanya. Setelah melalui proses seleksi untuk aplikasi “ISES Student Assembly”, saya akhirnya terpilih menjadi Asian Representative on ISES Student Assembly. Betapa bersyukurnya saya dan kedua orang tua saya saat itu. Ahamdulillah, betapa kuasa-Mu sangat besar ya Allah.
Setelah semua dokumen yang dibutuhkan lengkap, dan saya pun juga sudah mengirimkan laporan penelitian awal yang berisi resume mengenai kondisi pernergian di wilayah Asia kepada Nick -Deliverable Coordinator yang bertanggung jawab mengenai ISES Student Assembly- , berangkatlah saya akhirnya ke Vancouver, Kanada. Ada perasaan yang menggelitik kala itu ketika menyadari bahwa saya akan melakukan perjalanan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Menaiki burung besi yang akan melintasi samudra pasifik menuju benua lain yang berada di arah yang berlawanan dengan bagian bumi tempat saya biasa berdiri di Indonesia, terlebih lagi saya melakukannya seorang diri, membuat perasaan saya sangat bercampur aduk saat itu antara senang, bersyukur, dan juga canggung.
Hari pertama saya tiba di Vancouver, saya langsung dijemput oleh Nick, yang ternyata juga menjemput delegasi lainnya. Saat itu pula saya berkenalan pertama kali dengan Aswin Chandrasekharan, salah seorang anggota ISES Student Assembly yang mewakili wilayah Asia selatan (Perlu diketahui, wilayah Asia dibagi menjadi 3 untuk ISES Student Assembly ini, yaitu wilayah Asia (mencakup Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Tengah), Asia Selatan dan Timur Tengah (mencakup Asia Barat dan Afrika Utara)). Saat itu, tanggalan menunjukan bahwa Kanada baru mulai memasuki musim panas. Namun, saat saya baru keluar dari bandara, brrrr, suhunya sama seperti puncak, bahkan lebih dingin! 10-15 derajat Celsius dan mereka menyebutnya sebagai awal musim panas? Mereka pasti bercanda. Setelah dijemput dari bandara, kami diantar ke University of British Columbia (UBC), sebelum akhirnya saya diantar ke rumah salah satu paman saya yang bekerja di kantor konsulat kedutaan besar Indonesia di Vancouver. Rasanya memang sangat kebetulan memiliki paman yang juga tinggal di Vancouver, tapi lagi-lagi, pertolongan Allah memang bisa datang tanpa disangka-sangka.
Hari-hari berikutnya diisi dengan konferensi yang terbagi menjadi beberapa panel dan tentunya pekerjaan-pekerjaan dan pertemuan-pertemuan yang harus saya lakukan bersama dengan ISES Student Assembly lainnya. Berbicara mengenai ISES Student Assembly, tim ini terdiri dari 9 orang yang mewakili 9 wilayah di bumi. Mereka adalah Aswin Chandrasekharan, seorang pemuda India yang sangat cerdas dan mewakili wilayah Asia Selatan; Nusseir Yassin, mahasiswa Harvard berkebangsaan Israel tapi berdarah Palestina, yang mewakili wilayah Timur Tengah; Salomon Theinert, pemuda Jerman yang sangat tipikal hittler (haha), yang mewakili wilayah Eropa; Mats Van Kleef, pemuda Kanada yang sangat ramah, yang tentunya mewakili wilayah Kanada sebagai tuan rumah; Iris Ferguson, wanita Amerika yang cerdas, tapi juga sangat kuat minum, yang mewakili wilayah Amerika Serikat; Matheus Silva, pemuda yang sangat berprestasi tapi juga sangat humoris berkebangsaan Brazil, yang mewakili wilayah Amerika Selatan; Steve Arowolo, salah satu anggota paling senior dan paling tegas dari Afrika Selatan yang mewakili wilayah Afrika; Camilla Urdahl, anggota paling senior lainnya sekaligus anggota International Energy Agency (IEA) dari Selandia Baru, yang mewakili wilayah Australia dan sekitarnya; dan saya sendiri yang mewakili wilayah Asia.


ISES Student Assembly
(Berlawanan arah jarum jam dari kanan : Saya, Salomon, Ashwin, Nusseir, Mats, Iris, Camilla, Heiju (Panitia)
n.b : Matheus & Steve akhirnya tidak bisa hadir karena permasalahan visa) 

Jangan pernah berpikir bahwa hari-hari saya selalu diisi dengan suka cita layaknya turis yang berlibur ke negara lain. Selama disana, saya cukup disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan sebagai seorang student assembly, mulai dari mewawancara delegasi yang berasal dari negara Asia, membuat resume setiap panel yang saya hadiri, sampai berbicara mewakili Asia di depan seluruh delegasi yang datang dari berbagai belahan dunia! Hal hebat lainnya saat itu adalah saya dan teman-teman student assembly berkesempatan mewawancarai Dr. Rajendra Pachauri, peraih nobel perdamaian tahun 2007 atas jasanya di bidang lingkungan hidup. Yah.. cukup sibuk saat itu, dan yang membuat tugas-tugas ini semakin membuat saya tidak bisa santai adalah karena semuanya harus dilakukan dengan bahasa inggris tingkat native-speaker!! Mungkin, bila di Indonesia saya adalah salah satu yang paling baik dalam berbahasa inggris di antara teman-teman saya, namun, ketika disana saya merasa bahasa inggris saya masih belum ada apa-apanya. Bahkan, di hari-hari awal saya di Kanada, saya masih kesulitan untuk mendengarkan apa yang orang lain katakan. They were just speaking so fast! Alhasil saya agak dilanda tekanan batin di awal-awal kedatangan. Namun pada akhirnya semuanya berjalan dengan lancar.
Begitulah kisah perjalanan saya menuju Vancouver, Kanada. Banyak hal yang saya pelajari selama disana, mulai dari pengetahuan tentang energi, bersosialisasi dengan masyarakat internasional, sampai ke bahasa inggris. Walaupun di tahun 2011 itu akhirnya saya tidak mendapatkan kesempatan ketiga untuk pergi ke luar negeri, untuk menggenapkan jumlahnya sesuai dengan doa saya di awal tahun, namun bagi saya ini sudah merupakan hal yang sangat harus disyukuri dan dijadikan pelajaran. Insya Allah, di tahun-tahun mendatang akan lebih banyak kesempatan yang datang dengan tidak diduga-duga. Bagaimana dengan anda?


Delegasi ISES 2011
(Ki-Ka : Jepang, Azerbaijan, Kanada, Indonesia, Kanada, India)


Sabtu, 19 Mei 2012

Ketika Semua itu Bermula..


Kembali ke paruh pertama tahun 2010 lalu, saya adalah seorang mahasiswa baru yang baru saja masuk ke dalam euforia kampus. Bulan-bulan awal saya di kampus UI tercinta ini masih terpaku dalam hal akademis & organisasi kampus. Ya, tidak ada suatu hal yang sangat istimewa saat itu selain pencapaian akademik saya yang membuat kedua orang tua saya tesenyum manis, Alhamdulillah..
Hari-hari di UI pun berjalan seperti biasa, sampai akhirnya datang sebuah event yang cukup menarik minat saya, “Malam Apresiasi Prestasi FTUI 2010”. Saya tertegun melihat nama acara itu yang kelihatan begitu hebat kala itu. Tentu di kalangan mahasiswa, khususnya UI, event Malam Apresiasi Prestasi sudah bukanlah hal yang asing. Di malam itu, akan terpilih beberapa orang yang akan dinobatkan menjadi seorang “Mapres”, atau mahasiswa berprestasi dalam berbagai bidang. Nantinya, mapres utama dari setiap fakultas akan bersaing di tingkat UI untuk mewakili UI di tingkat nasional. Saat itu saya bertanya-tanya, kira-kira seperti apa ya calon-calon mahasiswa beprestasi yang akan mendapatkan gelar tersebut? Pasti mereka orang-orang yang sangat “dewa”, begitu pikir saya. Yah, mungkin pembaca bisa menebak, belum banyak targetan yang saya buat kala itu, dan tema “berprestasi” sepertinya belum menjadi trending topic di benak saya.
Kemudian, tiba-tiba saya ditawari oleh Project Officer MAP FTUI 2010 untuk bergabung dalam kepanitiaan MAP. Tidak tanggung-tanggung, saat itu saya direkomendasikan untuk membantu tim seleksi MAP, divisi yang menjadi penentu siapa saja yang berhak dinobatkan menjadi mapres. (Sudah 2 tahun berlalu sejak MAP 2010, semoga setelah ini tidak ada surat protes terkait hasilnya, karena anggota tim seleksi memang agak dirahasiakan sejak awal, hahaha).
Menjadi anggota tim seleksi, membuat saya memiliki akses untuk melihat dokumen-dokumen para calon mapres. Ketika saya sedang memeriksa dokumen-dokumen mereka, seringkali saya tertegun dan terkagum-kagum melihat prestasi-prestasi mereka yang sepertinya tidak pernah saya bayangkan. Pergi ke luar negeri beberapa kali, memenangkan perlombaan tingkat nasional, menjadi project officer acara nasional, seakan sudah menjadi hal yang wajar mewarnai CV mereka. Tak henti-hentinya saya terkagum, sampai tiba akhirnya perasaan itu lama-lama berubah, dari yang tadinya hanya kagum saja, menjadi sebuah motivasi di dalam diri! Saya menjadi berpikir, bahwa saya pun juga pasti bisa berprestasi seperti mereka, bahkan lebih!
Akhirnya, ketika di penghujung acara Malam Apreasiasi Prestasi FTUI 2010, munculah sebuah daftar baru dalam doa harian saya, “Ya Allah, semoga suatu hari nanti saya juga bisa menjadi seorang Mapres..”. Setelahnya, mulai terbukalah mata saya mengenai kehidupan kampus. Saya semakin banyak menemui mahasiswa-mahasiswa UI yang memiliki prestasi segudang. Selain itu, saya juga melihat banyak sekali mahasiswa yang memiliki peran kontribusi yang luar biasa di berbagai bidang. 
Semenjak dari situlah, saya mulai melihat fase perguruan tinggi dengan lebih luas. Fase perguruan tinggi bukanlah fase dimana seorang mahasiswa hanya berkutat dengan akademis dan menargetkan untuk lulus cepat, tapi lebih merupakan sebuah fase kritis dimana mahasiswa dihadapkan dengan begitu banyak kesempatan untuk berkembang, memupuk moral dan berkontribusi di masyarakat. Sekarang, tinggal kita yang memilih untuk mengambilnya atau tidak. Karena itu, jangan sia-siakan masa 4 tahun ini hanya menjadi mahasiswa biasa, kawan! Saya pun saat ini masih, dan akan terus masih berjuang hingga akhir untuk menguak seluruh potensi yang diberikan Allah SWT dalam diri saya ini. Tetapkan target setinggi-tingginya sesuai dengan minat kita dan usaha terus menerus untuk menggapainya. Bila kita tetap istiqomah, insya Allah, kita akan terkejut sendiri dengan apa yang bisa kita lakukan di kemudian hari. Wallahu’alam bishowab..

Sabtu, 05 Mei 2012

You Can Do It, Asia!


One day, there were two alien brothers, Chowynorg & Chipponorg, traveling from Andromeda galaxy on their space tour. It looked like they were heading to a blue planet, which was also the main destination of their space tour.

"Haahhh, what a far journey.. are we there yet?"

"Geez, don’t complain much, pretty soon"

"Okay.."

after a while,

"Ehem, get ready little brother…, Welcome to the planet called Earth! A planet inhabited by more than 7 billion humanbeings!"

"Wow, very beautiful planet.. What did you say?Humans? What kind of creature is it?”

"Yeah, human, the most intelligent beings on this planet. From that amount live on earth, 60% was recorded live on a continent called Asia!"

"What? What kind of continent that can accommodate up for that many humans?"


Figure 1. Asian People
"You can guess that Asia is the largest continent on earth. This continent consists of 50 countries from west end to east end of the planet's eastern hemisphere! Very big isn’t it?"

“Interesting! Keep explaining more about it!"

"Okay bro! Besides, this continent is extremely beautiful, with great diversity that exists on it. You won’t find more diverse continent on earth than Asia. Ranging from ethnic diversity, culture, religion, and various other things, makes this continent so rich in philosophical values."


"Wow, seems really cool and unbeatable."


"Yes, that's right. Currently, Asia is listed as the fastest economic growth continent on earth. This is because they have abundant amount of natural resources and manpower, which is, well, you don’t have to doubt it."


Figure 2. Images of Asian Culture
(Spiral from upper left : India-Japan-Uzbekistan-Oman-Indonesia-Thailand-Iran-Kazakhstan-Taiwan)
The situation became silent before Chowynorg continued..

"Both of that potentials should be, once again, should be a sufficient asset for Asia to become the truly greatest continent on earth. But unfortunately, behind that grandeur and diversity, the continent is still devastated by so many things"

"Really?"

"That’s true, many of the members of it are still plagued with problems, ranging from welfare, poverty, hunger, health, education, environmental crisis, and so forth."


Figure 3. Poverty in Laos
"That's strange.. I mean, Hey,what's wrong with you guys Asian countries? They are more capable than that, aren’t they? "

"Cool down brother. Yes, but unfortunately, there are still shortcomings within, and one of the most significant is the lack of education and R&D activities in this continent. Ooh, how sadly, even though the population reaches billions, but not many skillful human resources they have. We can observe how big this problem by highlighting the illiteracy rates in Asia, which is up to 75% of the total illiterates on the planet!"

Figure 4. Illiteracy Rates in Asia
Source : Statistical Yearbook for Asia and the Pacific (2011)
 

"Shocking fact.. Okay, perhaps many of this continent's population hasn’t got appropriate education, but they still have abundant natural resources, don’t they? Even you said its economic growth is the highest, isn’t it?"

"Maybe it's true, but in reality, so much of their reserve nowadays is being controlled & owned by people from other continents, like Europe and America! The example lies on some oil and mining sites in various countries in Asia. In addition, not all of natural resources they have today are handled properly. This is because they don’t have advanced technologies for managing natural resources, and finally it leads to unsustainable development. The notion of "sustainable" here can refer to many fields, ranging from economic, social and environmental. We can take an example on energy sector. Nowadays, the continent energy needs is very much to support their rising economic growth, especially in China & India. However, it becomes apparent that, the use of energy resources in most of Asian countries doesn’t meet the energy efficiency and environmental protection principles. If this still continues, predicted later in 2030, Asia will face a great energy & environmental crisis, hmm.."


Figure 5. Energy Production Outlook in Some Countries
Source : Summary of Asian Energy Outlook (2011)

"And then what? Would they let this happens? Especially about those other continents began to steal theirs! Aarrgh, even I'm very annoyed to hear that!

"That's why, as I've mentioned before, Asia needs to create adequate human resources by improving education, and needs to establish more R&D activities to acquire advanced technology for more sustainable development. If every country on the continent does that, surely this continent can be much more sustainable in the future.”

"Genius! but, how to achieve it? Education..R&D.. It’s not easy, even in our galaxy, isn’t it?”

"Yes, I know that...”

"What about the cooperation they have done? As a continent comprises of 50 countries, they should have done... "

"Hey, I just want to explain!"

"Oh, sorry, hehe"

"Yes, as you just said, they had ever planned cooperation named Asian Union. At first, Asian Union was going to be founded on economic base, so the goal was to open up trade routes and mutually support each country's economy. However, this plan is difficult to do because of the too diverse condition of Asian countries. For example, China and India have a lot of population, reach billions, but Maldives & Brunei Darussalam are even less than 1 million. There is also Japan which is more advanced than the others. Furthermore, natural resources reserve is different each other. Such things make economic cooperation on the same level to be difficult, and will just result a burden for certain countries in Asia."

"Yeah, it’s true."

"But I think, they still can make an Asian union"

"Really? how?"

"Of course, by changing the base. I've told you they are lacking in education and R&D, so why don’t they form Asian Union based on that? "

Figure 6. Japanese Technology

"I'm pretty sure every Asian country has great potential to grow, as long as they create innovation for sustainable development that I mentioned from the beginning. For that, I think it would be good if they can collaborate in this field. Maybe the condition of countries in Asia on this field is still different. But at least, establish both education and research cooperation will certainly be easier and not hampered much of burden like economic aid, won’t it? For that, I think they can create programs such as research collaboration, technology investment and also education partnership between countries. With such programs, each country could contribute to the development of education and technology, for more sustainable & innovative Asia."

Chipponorg nodded,

"Lastly I wanna say, this isn’t time for them to be selfish each other, if they really want to release the potential of this continent."


"Yes, you're right. If the concept of sustainable development coupled with collaboration among countries in Asia, I believe, they will make a GLOBAL TRANSFORMATION in their continent! Hopefully they can realize it soon. You can do it, Asia!"