Minggu, 25 September 2011

Saudara-Saudariku, Mari Kita Berprestasi !


“Kesalahan terbesar yang dapat dibuat oleh seseorang adalah
tidak melakukan apa-apa”

(Maxwell)
Kalimat ini tertulis di atas salah satu kata pengantar karya ilmiah yang saya buat bersama rekan-rekan. Walaupun singkat, namun sepertinya Maxwell tahu betul bagaimana cara untuk memberikan penyadaran yang mendalam di hati kita. Karena memang benar, orang yang tak melakukan sesuatu yang seharusnya bisa dilakukannya saat di dunia adalah orang yang sangat merugi, dan lebih dari itu, telah menyianyiakan perannya sebagai khalifah di muka bumi.
Setiap manusia pasti memiliki cita-citanya masing, karena cita-cita adalah hal yang fitrah bagi manusia. Cita-cita itu suci, penuh harapan dan memiliki energi yang besar. Dia mampu membuat seseorang mengeluarkan kualitas terbaiknya dan meraih prestasi. Namun meskipun tiap manusia memiliki cita-cita, ada satu hal yang membedakan antara tiap manusia, yaitu seberapa besar usahanya dalam menggapai cita-cita dan prestasi tersebut. Ada yang hanya sekedar angan-angan, ada juga yang menggebu untuk mendapatkannya.
Berbicara tentang cita-cita memang tak lepas dari prestasi. Karena prestasi adalah buah keberhasilan dari usaha kita menggapai mimpi dan cita-cita. Prestasi sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri seorang muslim, dari diri kita. Karena dalam Islam pun kita diperintahkan untuk selalu melaksanakan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin. Yang perlu diperhatikan adalah, prestasi yang sejati merupakan buah dari usaha yang istiqomah. Dia tidak muncul dengan dipaksakan, tetapi melalui proses yang ikhlas dan bertahap. Dia tidak muncul dari hati yang oportunis, tapi dari hati yang memiliki tujuan mulia.
Apakah sulit menjadi manusia yang berprestasi? Percayalah selalu bahwa,
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Al-Insyirah : 6)
Percayalah bahwa kita akan selalu mampu melaksanakannya. Buang segala pikiran negatif yang ada, dan ubah semuanya menjadi pikiran positif. Karena sesungguhnya, semuanya itu bersumber dari diri kita sendiri. Yakinilah bahwa masalah tak akan membiarkan kita tetap diam di tempat. Ia akan membawa kita maju seiring meningkatnya kualitas kita, atau bahkan mundur, seiring dengan keputusasaan kita. Apakah kita akan gagal atau berhasil, sekarang semuanya tergantung pada diri kita.. Untuk naik tingkat dan meraih prestasi, pasti memang akan ada banyak cobaan yang harus dilalui, namun, janganlah jadikan masalah itu melebur bersama diri kita. Letakkan masalah itu terpisah dari diri kita, dan yakinilah bahwa masalah itu bukan berasal dari diri kita. Contohnya, ketika kita mungkin mendapatkan hasil yang buruk saat ujian, jangan pernah sekalipun menganggap bahwa diri kitalah yang bermasalah. Letakkan ketidakbisaan itu di luar diri kita, dan identifikasi mengapa hal tersebut terjadi. Karena percayalah saudaraku, setiap manusia difitrahkan untuk berprestasi. Kita adalah makhluk yang paling sempurna, we are the miracles! Sehingga saat ini yang kita butuhkan adalah melepaskan mukjizat yang ada dalam diri kita..
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tak memperhatikan?”(Adz-Zariyaat : 21)
Lalu, yang menjadi pertanyaan, mengapa kita harus berprestasi? Bukankah dengan menjadi orang biasapun kita akan tetap bisa hidup bahagia? Lebih lagi, bukankah kita tetap akan bisa memasuki surgaNya? Naudzubillahi min Dzaliq! Pemikiran semacam inilah yang harus kita singkirkan jauh-jauh. Allah SWT telah menkaruniakan pada kita semua akal yang luar biasa. Bahkan dalam QS. At-Tin ayat 4 Allah berfirman bahwa kita, manusia, diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kita adalah makhluk terbaik! Bahkan melebihi malaikat, jin dan syaitan. Betapa berdosanya kita bila kita menyia-nyiakan potensi akal yang telah diberikanNya dan menyerah begitu saja oleh tubuh yang malas. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyiratkan bahwa kita harus menjadi pribadi yang berprestasi, pribadi yang berusaha untuk terus mendapatkan yang terbaik di dunia dan akhirat. Seperti contohnya ayat berikut ini
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imron : 110)
Ayat ini sungguh menjelaskan bahwa kita adalah umat yang TERBAIK. Jadi, apa yang kita ragukan? Kemudian dalam ayat berikut ini,
“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm : 39)
Jelas Allah SWT menyiratkan bahwa kita harus melakukan yang terbaik dalam setiap pekerjaan. Makna dari kedua ayat di atas dapat digabungkan, bahwa untuk menjadi umat yang TERBAIK, kita harus melakukan yang TERBAIK pula dalam setiap pekerjaan kita. Perhatikan, betapa agama ini mengajarkan kita untuk terus berprestasi. Betapa agama ini menyuruh kita untuk menjadi orang yang kuat untuk dunia dan akhirat. Ya, karena agama ini adalah agama para pejuang. Rasulullah SAW tak akan pernah berhasil membawa islam menuju kegemilangannya di masa lalu tanpa adanya perjuangan demi mendapatkan hasil terbaik dariNya. Mereka tak akan pernah memenangkan setiap perang yang jumlah musuh selalu jauh berkali lipat tanpa adanya semangat juang yang tinggi. Itulah yang harus sama-sama kita teladani dari Rasulullah dan para shahabat. Karena umat ini tak akan pernah maju tanpa adanya individu-individu yang kuat untuk berjuang dan berprestasi di jalanNya. Sesuatu yang dirasa hilang dari umat ini di zaman sekarang.
Karena itu, mulailah dari sekarang saudaraku! Impikan semua hal yang kau ingin raih di dunia ini, isi pikiranmu dengan fitrah yang telah diberikanNya. Jangan pernah membatasi cita-citamu, karena batasan hanya akan memutus harapan. Pikirkan saja semua hal yang ingin kau raih di dunia ini, penuhi otakmu dengan hal itu dan jadikan itu sebagai penyemangat di setiap langkah harimu… Yang terpenting, lakukan ini untuk masyarakat sekitarmu, untuk agamamu dan untuk Allah SWT, demi masa depan Islam yang gemilang. Insya Allah, Dia akan memberikan kita jalan walaupun kita tak menyangkanya. Karena itu, Saudara-Saudariku, mari kita berprestasi!
…Biarkan keinginan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu.
Dan sehabis itu yang kamu perlu hanya kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya,
tangan yang akan berbuat lebing banyak dari biasanya,
mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya,
leher yang akan lebih sering melihat ke atas.
Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja..
Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya…
Serta mulut yang akan selalu berdoa..”
Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan,
bukan Cuma seonggok daging yang hanya punya nama. 

Kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan mengejarnya,
bukan seorang pemimpi saja,
bukan orang biasa-biasa saja tanpa tujuan,
mengikuti arus dan kalah oleh keadaan.
Tapi seorang yang selalu percaya akan keajaiban mimpi, keajaiban cita-cita, dan keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasikan dengan angka berapa pun…
Dan kamu tak perlu bukti apakah mimpi-mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya.
(dikutip dengan sedikit perubahan dari “5 cm” karangan Donny Dhirgantoro)

Minggu, 11 September 2011

Model Masyarakat Muslim Ideal Berdasarkan Al-Qur’an


“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imron : 110)

Apa yang ada di benak teman-teman bila mendengar sebuah frase yang berbunyi “masyarakat Muslim”? Akankah teman-teman berpandangan seperti orang-orang yang anti islam dengan menyandingkannya bersama frase “masyarakat tidak modern”, “teroris” atau “masyarakat penuh kekerasan” ? Mungkin saja, tapi bagaimana dengan frase “perdamaian”, “persamaan dan persaudaraan”, serta “masyarakat berakal budi” ? Tidak cocokkah itu disandingkan dengan “masyarakat muslim”?
Bila kita melihat kenyataan saat ini, memang sangat miris kita lihat bahwa banyak sekali masyarakat muslim yang hidup dalam kesengsaraan, penindasan dan kemiskinan. Kita ambil contoh Somalia dan Bangladesh, saat ini mereka hidup dalam kemiskinan yang sangat parah. Contoh lainnya negara-negara jazirah arab seperti yaman, mesir dan libya yang akhir-akhir ini sedang dilanda perang saudara dan pemberontakan. Negara-negara islam berkembang seperti Indonesia, Malaysia, dan Saudi Arabia, yang walaupun sudah agak lumayan namun nyatanya masih banyak sekali masalah internal yang berkaitan dengan kemiskinan, kesejahteraan, kepastian hukum dan pengembangan ilmu pengetahuan terjadi di negara-negara ini, sehingga levelnya masih sangat jauh dibandingkan negara-negara maju. Serta yang terakhir, dan yang terparah, adalah negara Palestina yang sampai saat ini masih tertindas oleh kebiadaban zionis Israel. Naudzubillahi min dzaliq, separah itukah nasib peradaban muslim saat ini? Yang menjadi pertanyaan besar adalah, mengapa di negara muslim, yang masih banyak terdapat orang-orang yang taat beribadah kepada Allah SWT dan senantiasa meninggalkan laranganNya, justru tertinggal dari mereka yang hidup penuh kebebasan dan sangat jauh dari syariat Islam? Apa yang terjadi dengan umat islam saat ini? Padahal, logikanya sebuah agama yang benar harusnya dapat menciptakan peradaban yang maju. Terlebih lagi, seorang Rasulullah SAW telah diturunkan bagi umat agama ini dan menjadikannya rahmatan lil ‘alamin.
Bila kita kembali ke masa 14 abad yang lalu, sungguh pasti kita akan terkejut. Karena kita akan diperkenalkan dengan sebuah masyarakat terbaik yang pernah ada di bumi ini. Masyarakat yang mampu melakukan lompatan besar untuk membentuk sebuah tatanan baru yang berlandaskan pada Al-Qur’anul karim, sehingga mampu melakukan tranformasi radikal untuk merombak secara total nilai, simbol, dan struktur masyarakat yang telah berakar kuat pada masa itu. Ya, masyarakat itu adalah masyarakat Madinah, dimana Rasululah SAW berdakwah selama masa 10 tahun terakhir hidupnya. Masyarakat madinah saat itu berhasil menghasilkan suatu tatanan masyarakat yang benar-benar baru dan berbeda dari masyarakat jahiliyah yang mendominasi wilayah jazirah arab saat itu. Bentuk masyarakat Madinah inilah, yang kemudian ditransliterasikan menjadi “Masyarakat Madani‟, sebuah tipikal ideal mengenai konsepsi sebuah masyarakat Islam.
Eksistensi masyarakat Madinah masa Rasulullah SAW tidaklah serta merta terbentuk begitu saja. Lompatan besar yang berhasil dilakukan oleh masyarakat Madinah pada masa itu adalah sebuah proses panjang dari kemampuan mereka mengaplikasikan nilai dan simbol Islam secara bersamaan. Nilai Islam ini bersumber dari al-Qur’an dan perintah Nabi sebagai penjelasan nilai-nilai tersebut. Ya, itulah yang membedakan peradaban islam masa Rasulullah dan masa kini. Jelas sekali terlihat bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits benar-benar menjadi pedoman dan petunjuk hidup masyarakat Madinah masa Rasulullah SAW. Sedangkan zaman sekarang, masyarakat islam sudah tidak lagi 100% menjadikan kitab sucinya sendiri sebagai pedoman hidupnya. Padahal di dalam Al-Qur’an sudah terangkum semua hal yang dapat membuat kita berprestasi di dunia maupun akhirat. Kitab ini mengandung segala hal, mulai dari hubungan kita dengan Allah, hubungan kita sesama manusia, sampai ke ilmu pengetahuan yang masuk dalam tataran Kauniyah! Jadi, jelaslah bahwa yang membuat umat islam terpuruk saat ini bukanlah karena ajaran islamnya yang salah, melainkan karena umat islam itu sendiri yang sudah mulai meninggalkan ajaran agamanya dan kitab sucinya.
Sebenarnya seperti apa kriteria masyarakat muslim yang ideal berdasarkan Al-qur’an? Bagaimanakah sebenarnya masyarakat Madinah masa Rasulullah SAW itu? Hal ini jelas termaktub dalam QS. Ali Imron ayat 110 yang sudah saya tuliskan di pendahuluan tulisan ini.
Yang pertama adalah memiliki aqidah yang bersih kepada Allah SWT, dan tidak menyekutukannya dengan hal apapun. Hal iman ini menjadi penting untuk terwujudnya suatu masyarakat muslim yang ideal, karena hanya dengan keimanan yang bersihlah ridho Allah SWT akan terlimpah dalam masyarakat itu. Kita harus betul-betul menyadari bahwa ridho Allah SWT adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan kita. Karena ridho Allah SWT merupakan sebuah izin dari Yang Maha Kuasa agar kita dapat mendapatkan berkahNya. Saat ini banyak orang-orang yang mengaku bertuhankan Allah SWT, tapi masih memiliki tuhan-tuhan lainnya sebagai perantara. Atau, masih memiliki hal-hal lain yang dia agungkan melebihi keagungan Allah Azza wa Jalla. Atau, meyakini Allah SWT tapi masih saja merasa aman ketika berbuat maksiat, seakan-akan dia tidak menyadari keberadaan Allah SWT. Naudzubillahi min dzaliq.
Yang kedua adalah amar ma’ruf, atau mengajak kepada kebaikan. Sebagai sebuah sistem komunitas, sudah menjadi hal yang wajar dalam bermasyarakat kita berinteraksi dengan orang lain. Interaksi yang terjadi sangat beragam, mulai dari berjual beli, bersenda gurau, bekerja sama, dll. Dalam konteks masyarakat muslim ideal, interaksi yang terjadi lebih dari sekedar hal itu, interaksi yang terjadi pastinya harus lebih bermakna karena didasari oleh persaudaraan yang berlandaskan kesamaan akidah, ya, ukhuwah islamiyah. Hal inilah yang membuat perilaku amar ma’ruf menjadi ciri dari masyarakat muslim yang ideal. Karena tanpa kita sadari, perilaku amar ma’ruf memiliki energi yang sangat besar, bahkan sampai diulang-ulang sebanyak 32 kali dalam Al-Qur’an. Coba kita bayangkan, betapa indahnya hidup ini bila kita dikelilingi oleh orang-orang baik, terlebih lagi, saudara seiman kita sendiri, yang setiap waktunya selalu mengajak kita untuk berbuat kebaikan. Subhanallah.
Yang ketiga adalah nahi munkar, atau mencegah kepada kemunkaran. Sebuah masyarakat muslim yang ideal adalah sebuah masyarakat yang memiliki kontrol terhadap perbuatan-perbuatan maksiat yang terjadi di komunitasnya. Hal ini yang akan membuat kondisi umat menjadi kondusif. Perbuatan nahi munkar inilah yang jarang terlihat pada masa ini. Masyarakat muslim saat ini cenderung membiarkan saudaranya yang terjerumus dalam kubangan maksiat, padahal sudah menjadi kewajiban kita untuk saling mengingatkan sesama saudara muslim walaupun itu sulit.
Selain 3 karakteristik utama seperti yang dijelaskan dalam QS. Alim Imron ayat 110, sebuah komunitas muslim ideal juga harus memiliki karakteristik khusus yang sebenarnya turunan dari ketiga karakteristik utama yang di atas.
Yang pertama adalah memiliki kesalehan atau kebaikan pribadi dan sosial. Sebuah komunitas muslim yang ideal, memiliki masyarakat yang sudah sangat paham akan hal ini, sebuah perbedaan yang mencolok dengan umat muslim zaman ini. Kesalehan pribadi yang dimaksud tentunya adalah ketaatan menjalankan perintah agama dan menjauhi larangannya dengan turut melekatkan perilaku-perilaku yang baik dalam diri mereka. Sedangkan kesalehan sosial adalah bagaimana individu dalam komunitas bisa saling berinteraksi dengan ukhuwah islamiyah yang berlandaskan akhlakul karimah. Disamping itu, kesalehan sosial inipun juga harus ditunjukkan kepada masyarakat non muslim yang juga ada dalam komunitas. Tak bisa kita pungkiri, saat ini kita hidup dalam masyarakat yang sangat pluralis, karena itulah sifat toleran (tasamuh) menjadi hal yang amat penting. Pada masa Rasulullah pun, masyarakat Madinah juga terdiri dari masyarakat yang pluralis. Mereka terdiri dari 8 suku bangsa arab dan 3 suku bangsa yahudi. Namun, dengan sikap saling toleransi yang baik, suku-suku tersebut dapat disatukan menjadi satu tatanan masyarakat yang rukun dan hidup berdampingan. Jadi, masyarakat muslim ideal haruslah mencintai kebaikan (Al-Mushlih). Al-Qur’an secara serius memperingati manusia untuk menjadi Al-Mushlih, sekaligus melarangnya menjadi Al-Mufsid. Masyarakat muslim ideal wajib menjadikan hidupnya sebagai marhamah dan terus menebar kerahmatan pada sesama.
Yang kedua adalah berprestasi dunia dan akhirat. Sebuah komunitas muslim bukanlah komunitas yang hanya berorientasikan pada kepentingan akhirat saja, tapi juga kepentingan dunia. Hal ini dijelaskan pada QS. Al-Baqarah : 143 yang menyatakan bahwa umat muslim adalah “ummatan washatan” atau seimbang antara dunia dan akhirat. Hal ini juga dijelaskan dalam ayat berikut
”Jika telah shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al Jumu’ah : 10)
Mengapa disini saya katakan “prestasi” ? karena setiap muslim dalam setiap kegiatannya haruslah bersungguh-sungguh untuk mendapatkan hasil terbaik. Allah SWT pun menyuruh kita untuk berbuat dengan yang terbaik, seperti yang termaktub dalam ayat berikut,
“dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm : 39)
Ingatlah saudaraku, agama ini bukanlah agama yang menjadikan pemeluknya menjadi cengeng, malah sebaliknya, agama ini adalah agama para pejuang. Sebagai muslim kita harus terus berjuang untuk senantiasa mendapatkan ridho Allah SWT baik di dunia maupun akhirat. Apapun cita-cita kita, berikanlah yang terbaik dalam setiap usaha yang kita tempuh. Bila kita bercita-cita menjadi seorang insinyur, bercita-citalah untuk menjadi insinyur kelas dunia, yang bisa memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Jangan berbuat sekedarnya, beribadahlah dan bekerjalah seakan-akan itu hal terakhir yang kita lakukan. Sekali lagi ingatlah baik-baik saudaraku, agama ini adalah agama para pejuang. Bila teman-teman belum merasa seperti itu, segeralah menjadi muslim yang tangguh dan berprestasi. karena hanya muslim yang tangguh dan berprestasi yang dapat membangun komunitas muslim yang maju.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa dalam berkontribusi membentuk masyarakat muslim yang ideal? Jawabannya, jadilah muslim yang seutuhnya! Karena individu yang pantas berada di dalam komunitas muslim yang ideal hanyalah para muslim sejati. Bagaimanakah seorang muslim sejati itu? Seorang muslim sejati setidaknya harus memiliki 10 ciri berikut ini :
1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
10. Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Dari uraian ini, jelaslah bahwa sebuah komunitas muslim yang ideal bukanlah hal yang mustahil diwujudkan. Karena, Allah SWT telah mentakdirkan bahwa umat agama ini adalah umat terbaik di muka bumi, lengkap dengan serentetan firman lainnya yang mendukung kita untuk menggapai hal tersebut. Semoga dengan ini kita bisa bersama-sama menjadi pribadi muslim yang sejati, sehingga pada akhirnya kita bisa menjadi bagian dari terbentuknya kembali suatu komunitas muslim ideal yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah di muka bumi ini.
Wallahu’alam bishowab
dari berbagai sumber