![]() |
Gambar 1. Berfoto dengan Hanbok di Salah Satu Pusat Turis di Seoul |
Korea Selatan,
siapa sih yang tidak kenal dengan salah satu negara paling maju di Asia ini?
Negara yang sangat terkenal dengan kehadiran para K-Pop starsnya yang telah menyihir
ribuan anak muda di tanah ibu pertiwi dengan pesona ala K-Pop mereka. Ya, Korea
Selatan, tempat dimana saya menulis tulisan saya kali ini. Alhamdulillah, di
semester 6 ini saya berkesempatan untuk berkunjung ke negara ini untuk
mengikuti exchange program di Kookmin
University, Seoul selama 1 semester dengan beasiswa dari Global Korean
Scholarship (Beasiswa exchange program dari
pemerintah Korea Selatan). Departemen yang saya ambil disini adalah Department
of Advanced Fermentation Fusion Science &Technology, departemen yang
mempelajari tentang proses bioteknologi dan fermentasi, sama dengan jurusan
saya di UI, Teknologi Bioproses.
Sampai saya
menulis tulisan ini, ada banyak sekali pengalaman baru maupun culture shock yang saya alami selama di
korea selatan. Mulai dari menghadiri pesta minum bir (tentunya saya tidak ikut
minum) sampai mendapatkan potongan hairstyle saat potong rambut pun sudah
pernah saya alami. Berada disini, seperti berada di negeri baratnya benua Asia.
Di satu sisi, masyarakat korea memiliki sifat dan perangai layaknya orang Asia
pada umumnya, bahkan bisa saya katakan mereka memiliki banyak kemiripan dengan
orang Indonesia dalam hal bagaimana mereka bersikap, berbicara, bersenda gurau,
dll. Karena itulah, cukup mudah bagi
saya untuk beradaptasi dan bergaul dengan mereka. (Bila anda ingin sebuah perbandingan, bandingkanlah bertemu pertama
kali dengan orang Asia dan bertemu pertama kali dengan orang barat (Eropa &
Amerika Utara), dan anda akan merasakan perbedaannya. Saya pribadi saat ini
tidak ada masalah lagi bergaul dengan orang-orang barat, karena saya mulai
memahami bahwa ketidaknyamanan yang saya alami saat pertama kali ketika bertemu
mereka pastilah hanya karena adanya perbedaan tingkah laku dan gesture antara
orang Asia dan orang-orang barat.) Namun, walaupun mereka memiliki sikap selayaknya
orang Asia pada umumnya, disisi lain mereka juga memiliki budaya dan gaya hidup
yang menyerupai orang barat. Tentunya anda semuapun sudah bisa menebak, budaya
barat seperti apa yang saya maksud. Mulai dari fashion, musik, dunia selebriti,
budaya alkohol, sampai ke topik free sex,
di Korea ini sangatlah kental dan hampir menyerupai negara barat pada umumnya.
Yang cukup mencolok saya lihat adalah bagaimana mereka berpenampilan. Mungkin
bisa saya katakan bahwa korea memiliki penduduk paling stylish dan paling metrosexual
se-Asia, bila saya tak bisa bilang se-dunia. Ya, itu benar, masyarakat
korea sangatlah kental dengan budaya fashion, mulai dari gaya berpakaian, gaya
rambut, perawatan tubuh, dsb. Bagi orang Korea, penampilan adalah nomor satu.
Bahkan teman saya sampai membuat gurauan bahwa “Penampilan” adalah agama
mereka, saking seriusnya mereka soal penampilan. Yang paling membuat saya
shock, -selain budaya plastic surgery
mereka yang sepertinya sudah terkenal seantero dunia- adalah kenyataan
bahwa yang melakukan ini dengan sangat serius bukanlah hanya kaum wanitanya
saja, namun juga kaum prianya! Mungkin berita tentang para pria korea yang juga
turut melakukan plastic surgery masih
belum terlalu membuat anda shock, namun bagaimana bila anda tahu bahwa para
pria korea juga merupakan konsumen utama dari produk-produk kecantikan dan
perawatan tubuh yang dijual disana? Mungkin memang terdengar aneh atau
mustahil, tapi itulah kenyataannya. Para pria korea, seperti layaknya para
wanitanya, sangat memerhatikan penampilannya sampai ke bagian kulit. Anda akan
semakin shock ketika melihat langsung teman korea sekamar anda menggunakan krim
wajah sebelum tidur atau melihat kotak produk perawatan tubuh miliknya. “Unik”,
“bagus”, “geli” dan “aneh” adalah pendapat yang memenuhi ruang di otak saya
ketika mengetahui hal tersebut. Tapi berkat hal itu, setidaknya saya juga jadi
belajar sedikit untuk bagaimana memperhatikan penampilan dalam kondisi apapun
(Somehow, Islam menyukai keindahan, asalkan tidak berlebihan dan melanggar
syariah).
![]() |
Gambar 2. Makan di Festival Kampus Bersama Para Dongsaeng (mereka semua masih freshmen ^^ ) |
Dari
penjelasan saya tersebut, saya yakin anda sudah semakin memahami betapa
mudahnya saya terpapar dengan segala hal “dunia gemerlap” yang ada di negara
ini. Jujur, menjadi muslim di negara seperti ini tidaklah semudah di Indonesia
yang sangat kondusif. Selain tantangan yang datang dari “dunia gemerlap” korea,
ada satu lagi tantangan yang jauh lebih besar bagi seorang muslim disini,
makanan halal. Perlu diketahui, tidak seperti di negara-negara barat, kehadiran
islam di negara ini masih sangat langka. Sebagian besar muslim yang ada di
negara ini adalah orang-orang asing yang tinggal di Korea. Walaupun muslim
korea pun juga tentunya ada, namun jumlahnya tidak seberapa dibandingkan jumlah
muslim dari negara-negara lain (Berbicara
tentang muslim Korea, saya jadi teringat pernah melihat seorang muslim korea
yang masih kental “gaya Korea” nya. Saya melihatnya saat sholat Jumat di Seoul
Central Mosque, dan orang itu memiliki gaya rambut bercat pirang ala anak muda
korea, tak lupa dengan pakaiannya. Saya hanya bisa tersenyum geli saat itu).
Karena itulah, mencari makanan halal pun disini menjadi suatu hal yang butuh
usaha ekstra. Hal ini paling berat saya rasakan ketika baru saja sampai di
negara ini. Saya benar-benar tidak tahu harus makan apa. Mengapa bisa sampai
seperti itu? Anda pasti tahu, bahwa di negara seperti ini, bukan hanya daging
babi yang tidak boleh kita konsumsi, tapi juga daging sapi, ayam dan seluruh
hewan yang disembelih. Karena tentunya mereka tidak menyembelih hewan-hewan
tersebut dengan cara syariah. Padahal, hampir sebagian besar masakan korea
mengandung daging. Karena itulah, hanya ada beberapa menu korea yang boleh kita
santap disini. Selain itu, ketika anda masuk ke supermarket di korea pun, anda
tidak akan pernah bisa yakin 100% akan kehalalan suatu produk sebelum anda
mengeceknya dengan teliti (sekedar
informasi, anda tak akan pernah bisa mengeceknya sampai anda mengerti bahasa
dan tulisan korea). Kebalikan dengan di Indonesia yang hampir seluruh
produknya halal, kita bisa mengatakan bahwa hampir seluruh produk di Korea
Selatan adalah tidak halal. Tentunya hal ini tidak akan begitu sulit bila
masyarakat Korea mengerti bahasa inggris. Namun sayangnya, kita harus menerima
kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat korea tidak mengerti bahasa inggris
sedikitpun. Alhasil, anda akan semakin pusing untuk bisa menemukan makanan
halal disini.
Di
tengah-tengah kebingungan saya kala itu, pertolongan-pertolongan mulai datang.
Alhamdulillah, di korea ini sudah ada organisasi muslim Indonesia yang bernama
IMUSKA (Indonesian Moslem Society in South Korea). Saya mulai berkenalan dengan
orang-orang yang terlibat di dalamnya, dan mulai mendapatkan petunjuk tentang
produk apa saja yang halal di korea. Salah satu orang yang saya temui disini
dan yang membantu saya di awal-awal adalah Bang Purba Purnama, alumni PPSDMS
regional 1 Jakarta, angkatan 1. Beliau adalah salah satu orang yang berkontribusi
membuat daftar produk-produk halal di Korea. Saat berkunjung ke rumahnya pertama
kali bersama Bang Zico Alaia -mahasiswa
S2 program studi Nanochemistry di kampus yang sama dengan saya, dan baru datang
juga sama seperti saya di semester ini- , Bang Purba menyarankan kepada
saya untuk memasak sendiri dikarenakan status makanan-makanan di Korea yang
sangat syubhat. Beliau bahkan sampai menyarankan agar saya pindah asrama agar
bisa sekamar dengan Bang Zico, sehingga kita bisa masak bersama (Asrama saya berbeda gedung dengan Bang Zico
pada awalnya). Bang Zico pun mendukung ide itu. Setelah beberapa hari
memikirkan, akhirnya bulat keputusan saya untuk “berhijrah” ke asrama tempat
Bang Zico tinggal, dengan harapan semoga bisa mendapatkan makanan yang halal
dan tidak syubhat. Saat itu, agak tidak enak juga meninggalkan teman sekamar
saya yang lama, yang terdiri dari orang Amerika, Jerman dan Paraguay. Tapi
Alhamdulillah, mereka bisa mengerti dengan alasan saya (Sampai
saat ini pun saya masih tetap berhubungan baik dengan mereka).
![]() |
Gambar 3. Menghadiri Seoul International Food Technology Expo |
Sejak itu,
segalanya mulai sangat membaik. Kami selalu rutin belanja di toko halal di
daerah Itaewon setelah sholat Jumat dan memasak bersama. Alhamdulillah, dari
proses ini pun saya juga menjadi merasakan manfaatnya. Secara tidak sadar, saya
jadi belajar untuk mengelola kebutuhan logistik dan tentunya belajar memasak.
Tak pernah saya berpikir bahwa saya akan belajar masak di Korea ini, haha. Saat
ini saya hanya berpikir, “Ini adalah latihan sebelum saya harus melakukan hal
yang sama nantinya di Jepang ketika melanjutkan studi S2 dan S3 sesuai dengan
mimpi saya”. Subhanallah, betapa rencana-Mu sangat indah ya Allah. Saya juga
sangat menyarankan kepada anda yang ingin melanjutkan studi atau bekerja di
negara-negara non muslim untuk bersiap-siap dengan kondisi serupa. Dengan
memasak sendiri, selain kita akan merasa aman dari makanan haram, pengeluaran
kita pun juga menjadi hemat.
Selain soal
makanan, Allah kembali membukakan pintu petunjuknya untuk saya. Saat diadakan
acara gathering pelajar Indonesia untuk menyambut semester baru di Seoul, saya
semakin banyak berkenalan dengan teman-teman muslim Indonesia, dan dari sini
saya jadi mulai banyak terlibat dengan kegiatan-kegiatan IMUSKA. Bahkan, saya
sampai mendapatkan grup liqo pengganti selama disini dan bisa mengikuti kelas
tahsin rutin setiap minggu di salah satu musholla orang Indonesia di daerah
Guro. Alhamdulillah, saya pikir saya tidak akan bisa liqo rutin selama di Korea
ini, apalagi mengikuti kelas tahsin! Saya jadi teringat perkataan murobbi saya
disini, Pak Mauludi Ariesto, mahasiswa S3 program studi fisika di Korea Institute
of Science & Technology, yang mengatakan bahwa segala hal pasti selalu
sesuai dengan niat kita. Dia mengilustrasikan kurang lebih sebagai berikut, “Di mekkah, kita bisa bertemu pelacur, bila
niat kita memang ke arah sana, sebaliknya, di New york kita bisa menemukan
masjid, bila niat kita memang ke arah sana”. Jadi, selama kita berdoa dan
memohon pada Allah, dalam kondisi sesulit dan seterdesak apapun, insya Allah,
pasti Dia akan memberikan jalan. Subhanallah.
Kira-kira seperti
itulah sepenggal cerita yang saya Alami selama di Korea Selatan. Tinggal di
negara non-muslim seperti Korea Selatan ini membuat saya semakin memahami
pengertian dari “Muslim Moderat” itu sendiri. Menurut pengertian saya saat ini,
“Muslim Moderat” adalah seorang muslim yang tangguh dan tetap mempertahankan
semangat keimanannya walaupun sedang dalam kondisi apapun, dengan di sisi lain,
juga bisa menghormati dan bergaul dengan teman-teman yang datang dari berbagai
background tanpa harus melemahkan identitas kita sebagai seorang muslim. Selain
yang saya tuliskan disini, tentunya masih banyak lagi pengalaman-pengalaman
baru yang saya alami di Korea Selatan. Semoga kisah saya kali ini bisa membantu
dan menginspirasi teman-teman untuk turut berjuang bersama-sama menjadi muslim
yang tangguh. Annyeong Higyeseyo…Fighting!